Sabtu, 29 Maret 2014

PANCASILA DALAM ERA GLOBALISASI
PANCASILA, ideologi dan falsafah bangsa Indonesia, tiap 1 Juni kita rayakan sebagai hari kelahirannya; mencerminkan setruktur kerohanian. Ideologi ini juga pada hakikatnya hasil suatu proses perkembangan pola pikir selaku bangsa Indonesia.
Bukan mustahil dalam proses itu berlangsung pelbagai harapan: sebuah ketetapan bahwa bangsa yang kukuh dan utuh mesti juga punya ideoligi dan falsafah. Lima sila dalam Pancasila, ia punya apersiasi yang besar terhadap apa yang asli terhadap spiritual dan mental manusia.
Ideologi ini juga mekjubkan, merepresentasikan sistem hubungan manusia dengan manusia secara sederajat dan bermartabat terasa menjadi cocok dengan alam pikiran manusia universal. Sila-sila Pancasila itu merengkuhnya, dan ini bukan mitos yang menghibur, melainkan cara menitik das sollen, apa yang sebaiknya, dengan das sien apa kenyataannya pada tataran berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat: pemimpin harus bersatu jiwa dengan rakyat seluruhnya.
Berkaitan dengan premise itu kita dapat renungkan idiomatik makna Pancasila, bagaimanapun, seuatu bangsa harus punya ideologi, terlebih Indonesia ideologinya menggali khasanah pemikiran kebudayaan dari dalam. Menjadi menarik ketika relevansi dan korelasinya ini terhadap era globalisasi, samapai sejauh mana Pancasila memasuki paradigma itu.
Oleh karenanyau menjadi tepat untuk diperhatikan dalam tataran implementasi berbangasa, bernegara, dan bermasyarakat, sudah sedemikian nyatakah nilai-nilai Pancisla? Nilai-nilai Pancasila harus dilestarikan, bukan mempertentangkannnya.
Kaitan nilai-nilai Pancasila dengan perilaku kita berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, bagaimanapun, harus tetap utuh disebabkan oleh kondisi-kondisi dan proses terintegritas. Dengan demikian paradigama nilai-nilai Pancasila harus tetap dicuatkan dan pula menjadi titik perhatian.
Arah mendatang betapa pentingnya pengetahuan tentang proses itu tersosialisasikan oleh segenap warga masyarakat, mengingat bahwa pengetahuan perihal struktur masyarakat saja belum cukup untuk mleh gambaran yang nyata mengenai kehidupan bersama manusia. Dan dari sini juga ada yang bernama ideologis kapitalisme, maka inilah pula tantangan paling nyata nilai-nilai Pancasila untuk dapat direngkuh masyarakat luas.
Di sisi satunya lagi, harus pula didedahkan bagaimana pengetahuan tentang proses nilai-nilai Pancsila diimplementasikan justru membebaskan dari ekses dekadensi pranata globalisasi. Dan ini, memungkinkan seseorang untuk memperoleh pengertian mengenai segi yang dinamis dari gerak berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat di era globalisasi.
Demokrasi, keadilan sosial, maupun penegakan hukum, yang belakangan ini jalannya dapat sorotan tajam, dengan demikian nilai-nilai Pancasila dapat memperkuat sendi-sendinya agar pilar-pilar itu jalannya tak oleng. Kemudian bisa terapalikasi pula ke dalam bentuk-bentuk implementasi partisipasi struktural, ke dalam kelompok-kelompok sosial, kebudayaan, lembaga sosial, stratifikasi dan kekuasaan.
Pancasila membuat kesemuanya itu mempunyai suatu derajat dinamika di era globalisasi. Sebelum hubungan-hubungan tersebut mempunyai bentuk yang kongkrit, terlebih dahulu akan dialami suatu proses ke arah bentuk kongkrit yang mempertanyakan kesesuaian dengan nilai-nilai sosial dan budaya dalam masyarakat. Tapi Pancasila mempertaruhkan pula identitas paradigmanya di sini untuk mengutuhkannya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar